Koksidiosis

Industri peternakan merupakan salah satu bisnis yang memerlukan ketelitian dan kesabaran dalam pengelolaannya. Mulai dari pengawasan seluruh aktivitas ternak, perawatan kandang, hingga upaya untuk memelihara lingkungan sekitar peternakan. Hal itu bertujuan menjaga kualitas hewan atau produk yang dihasilkan.

Begitupun terhadap sektor peternakan unggas jenis ayam, khususnya ayam broiler atau ayam pedaging dengan masa panen relatif seingkat (35-50 hari). Lingkungan yang tidak kondusif dapat menyebabkan performa ayam menurun dan mudah terjangkit penyakit. Salah satunya adalah koksidiosis (coccidiosis) yang merupakan penyakit parasiter pada sistem pencernaan unggas terutama usus halus dan secum akibat infeksi protozoa genus Eimeria dari famili Eimeriidae.

Koksidiosis atau sering disebut berak darah adalah penyakit parasiter yang menimbulkan gangguan terutama pada saluran pencernaan bagian aboral, angka kesakitan dan kematian dapat mencapai 80-90% (Retno, et al, 1998). Gejala klinis kosidiosis bervariasi menurut spesies Eimeria yang menginfeksi ayam. Koksidiosis juga dapat menimbulkan efek imunosupresif yang menjadikan ayam rentan terhadap infeksi penyakit lain.

Prof. Lucia menyebutkan bila perkembangan penyakit koksidiosis dapat dipicu berbagai faktor, diantaranya kondisi lingkungan, baik di dalam ataupun di luar kandang, faktor keturunan, pemberian pakan maupun vaksin yang tidak sesuai standar, adanya bakteri pathogen dalam usus, spesies serta virulensi eimeiia, dan banyak lainnya.

”Kita ambil contoh dari segi kondisi kandang. Jika ventilasinya buruk, maka akan mempengaruhi kelembapan dan memicu terjadinya sporulasi. Sanitasi yang kurang sesuai berdampak pada pencemaran,” sebutnya.

”Selain itu, kandang yang tidak luas, juga membuat ayam berdesakan. Ini bisa mengakibatkan ayam stress, lalu asupan makannya berkurang, dan sistem imunnya menurun. Semua faktor memiliki benang merah,” imbuhnya.

 

Gambar 1. Ayam Broiler "Ayam Sakit"

 

Siklus Hidup Eimeria pada Ayam dan Gejala Klinis Koksidiosis

Koksidiosis hidup dan berkembangbiak di dalam usus dan menyerang lesi usus dan menimbulkan kerusakan pada usus, sehingga penyerapan nutrisi akan terganggu (sari-sari makanan akan keluar bersama feses dalam bentuk cair dan disertai darah). Penyerapan nutrisi yang terganggu dapat menyebabkan penurunan produksi (pengurangan berat badan) walaupun sudah diberikan pakan sesuai standar.

 

Penyakit Koksidiosis disebabkan oleh parasit protozoa yang termasuk dalam genus Eimeria. Infeksi Koksidiosis sendiri berawal dari masuknya ookista (semacam telur) Eimeria yang telah mengalami sporulasi (menghasilkan spora) ke dalam tubuh ayam. Ookista ini dapat ditularkan melalui anak kandang, peralatan kandang, ransum, air minum atau litter yang tercemar.

Ayam yang terserang Koksidiosis awalnya akan menampakkan gejala klinis seperti mengantuk, sayap terkulai ke bawah, bulu kasar (tidak mengkilat) dan nafsu makan rendah.

 

Pencegahan dan Penanganan Koksidiosis pada Unggas

Prof. Lucia menuturkan bahwa tidak semua unggas atau ayam yang terkena koksidiosis akan mati. Itu bergantung seberapa besar pemaparan dari parasit dan infeksi yang ditimbulkan.

Sebab, kemunculannya memang sulit ditebak. Dalam standar FKH UNAIR, stadium infektifnya berkisar antara 5000-10.000 ookista. Biasanya, kematian terjadi pada hari keempat, kelima sampai hari ketujuh akibat adanya pendarahan.

”Perlu diketahui juga bila koksidiosis ini sifatnya host-spesific atau menular kepada sesama hewan dengan jenis yang sama. Selain itu, sembilan jenis parasit eimiria yang menginfeksi unggas juga memiliki virulensi yang berbeda-beda sehingga belum tentu bisa melindungi dari spesies parasit lain. Misalnya, ketika ayam sudah pernah terinfeksi eimiria praecox, belum tentu ayam tersebut akan kebal terhadap eimiria jenis lain,” ujarnya.